Peradilan HAM Internasional dan Pengakuan HAM di Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Masuknya
pasal-pasal HAM dalam UUD 1945, tidak lepas dari perdebatan para tokoh nasional
dalam menyusun UUD 1945 dalam sidang BPUPKI. Perjuangan HAM di Indonesia
dilatarbelakangi oleh perjuangan melawan penjajahan bangsa lain. Rumusan HAM
dalam sejarah ketatanegaraan RI secara eksplisit telah dicantumkan dalam UUD
negara RI baik dalam UUD 1945, konstitusi RIS 1949, maupun UUDS 1950. Oleh
karena bangsa Indonesia adalah warga dunia dan anggota PBB, maka memiliki rasa
tanggung jawab moral untuk melaksanakan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
Di samping itu ada desakan dari masyarakat yang menginginkan kehidupan yang
demokratis, maka dipandang perlu untuk membentuk undang-undang HAM. Oleh karena
itu pemerintah mengesahkan UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM. Dalam
perkembangannya dilengkapinya tentang instrumen HAM nasional yang kesemuanya
mendukung Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
B.
TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah
ini, yaitu :
·
Membuat para siswa lebih memahami tentang HAM (Hak Asasi
Manusia) yang ada di Indonesia maupun Internasional.
·
Agar kita dapat mengetahui bagaimana pentignya HAM (Hak
Asasi Manusia) dalam kehidupan sehari-hari
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Peradilan HAM
Internasional
Peradilan Internasional mengandung
pengertian upaya penyelesaian masalah dengan menerapkan
ketentuan-ketentuan hukum
internasional yang dilakukan oleh peradilan internasional yang dibentuk secara
teratur. Peradilan internasional ini dilakukan oleh Mahkamah Internasional dan
badan-badan
peradilan lainnya. Berkaitan dengan upaya penanganan pelanggaran HAM
internasional, ada beberapa peradilan yang mempunyai kewenangan untuk
melakasanakannya seperti berikut.
a. Mahkamah
Pidana Internasional (Intenational Crime
Court)
International Crime Court merupakan pengadilan internasional yang bersifat permanent
untuk mengadili para pelaku kejahatan internasional. ICC dibentuk berdasarkan
perjanjian antarnegara yang diber nama Rome
Statute of the International Criminal Court atau popular dengan sebutan
Statuta Roma tahun 1998. Komunitas internasional melalui Statuta Roma telah
menyepakati adanya 4 jenis kejahatan yang masuk dalam kategori kejahatan
internasional sebagai berikut :
1)
Kejahatan genosida (The crime of genocide)
2)
Kejahatan kemanusiaan (Crimes against humanity)
3)
Kejahatan perang (War crimes)
4)
Kejahatan perang agresi (The crime of aggression)
Berdasarkan Status Roma,
Mahkamah Pidana Internasional memiliki yurisdiksi untuk mengadili dan meminta
pertanggungjawaban individu/perseorangan (Individual
criminal responsibility)yang melakukan, memfasilitasi, dan memberikan
perintah sheingga menyebabkan terjadinya kejahatan-kejahatan
yang berada dalam lingkup kejahatan internasional. Keberadaan ICC telah efektif
sejak tanggal 1 Juli 2002 setelah 60 negara meratifikasinya. Namun, ICC berlaku
bagi Negara-Negara
yang telah meratifikasinya. ICC mempunyai wewenang untuk mengadili kejahatan-
kejahatan HAM internasional seperti yang tercantum dalam Statuta Roma.
Selain itu, ICC juga dapat mengadili kasus pelanggaran
dengan didasarkan ata resolusi PBB, jika Negara yang bersangkutan dianggap
tidak memiliki atau kemauan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ICC
merupakan pengadilan komplementar dari suatu pengadilan nasional. ICC ini
berbeda dengan International Court of
Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional. Perbedaannya terletak pada
kewenangannya. Mahkamah internasional mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan
memutus kasus sengketa antar Negara (Contentious
case) yang lebih bersifat keperdataan serta memberikan fatwa (advisory opinion).
1. INSTRUMEN
HAM INTERNASIONAL
Banyak pakar HAM yang berpendapat bahwa lahirnya gagasan
terhadap jaminan hak asasi manusia dimulai dengan adanya perjanjian Magna Charta. Akan tetapi tidak sedikit
pula yang meyakini bahwa jaminan HAM sesungguhnya telah tertampung sejak 600
tahun sebelumnya tepatnya dengan lahirnya piagam Madinah pada masa awal Islam.
Bahkan menurut Almaududi, perlindungan yang terangkum dalam Piagam Madinah ini
lebih komperhensif jika dibandingkan dengan konsep Ham dalam Magna Charta.
A. Declaration by United Nation (Deklarasi
Perserikatan Bangsa – Bangsa)
Deklarasi Perserikatan Bangsa – Bangsa
diterbitkan pada tanggal 1 January 1942. Pernyataan tentang HAM dalam deklarasi
PBB ini tercermin dalam penggalan kalimat yang berbunyi “bahwa kemenangan
adalah penting untuk menjaga kehidupan, kebebasan, independence, dan kebebasan beragama serta untuk mempertahankan Hak
Asasi Manusia dan keadilan.”
Berkaitan dengan hal tersebut Presiden
Amerika Serikat, Franklin D. Rossevelt, memberikan pesan yang ditujukan kepada
kongres tentang 4 (The four freedom)
yang diupayakan untuk dipertahankan di dalam perang. 4 kebebasan tersebut
sebagai beikut :
1. Kebebasan untuk berbicara dan
menyatakan (Freedom of Speech)
2. Kebebasan beragama (Freedom of Religion)
3. Kebebasan dari ketakutan (Freedom from Fear)
4. Kebebasan dari kekurangan (Freedom from Want)
B. Universal Declaration of Human
Rights (Deklarasi Universal HAM)
Setelah perang dunia II selesai, PBB
akhirnya dapat menghasilkan Uiversal
Declaration of Human Rightspada tanggal 10 Desember1948 yang terdiri atas
30 pasal. Pernyataan umum HAM atau Deklarasi Universal HAM ini dipengaruhi oleh
4 macam kebebasan yang disampaikan oleh Presiden Amerika Serikat, Franklin D.
Rossevelt yang telah dijelaskan di atas. Adapun rincian Ham dalam piagam HAM
PBB sebagai berikut :
1. Hak Kebebasan Politik (Pasal 2 – 21),
berisi kebebasan mengeluarkan pendapat dan berserikat
2. Hak Sosial (Pasal 22 – 23), berisi
antara lain kebebasan memperoleh pekerjaan
3. Hak Beristirahat dan Hiburan (Pasal 24)
4. Hak akan Tingkatan Dasar Penghidupan
yang Cukup Bagi Penjagaan Kesehatan dan Keselamatan serta Keluarganya
5. Hak Asasi Pendidikan (Pasal 26), antara
lain berisi kebebasan memperoleh pendidikan
6. Hak Asasi dalam Bidang Kebudayaan
(pasal 27)
7. Hak Asasi menikmati kehidupab social
dan internasional (Pasal 28)
8. Kewajiban – kewajiban yang harus
dipenuhi dalam melaksanakan hak asasi (Pasal 29 – 30)
Meskipun pernyataan HAM PBB tersebut bukan merupakan
konvension atau perjanjian yang harus ditaati oleh semua anggota PBB, semua
anggota PBB secara moral berkewajiban untuk melaksanakan pernyataan tersebut.
Sekalipun suatu Negara berusaha untuk mengikuti pernyataan tersebut, pada
kenyataan pelaksanaannya disesuaikan dengan kepentingan nasional tiap – tiap
Negara.
C. Deklarasi Wina tentang HAM bagi
NGO
Pada tahun 1973, 2 tahun setelah bubarnya
Uni Soviet, di Wina diadakan kofrensi tentang HAM untuk organisasi – organisasi
non pemerintah yang menghasilkan deklarasi Wina tentang HAM bagi NGO. Deklarasi
ini mengeaskan keuniversalan HAM dan keharusan penerapannya secara menyeluruh
atas umat manusia tanpa memperhatikan perbedaan latar belakang budaya dan hukum
setempat. Deklarasi ini juga menolak klaim nuansa perbedaan HAM antara satu
masyarakat dengan masyarakat yang lainnya.
2. KASUS –
KASUS PELANGGARAN HAM INTERNASIONAL
Pada dasarnya kasus – kasus terjadinya
pelanggaran HAM sangat marak terjadi dan telah berlangsung sejak lama. Akan
tetapi, perhatian dunia internasional yang diwakili oleh PBB tampak meningkat
setelah terjadinya Perang Dunia II yang telah menewaskan banyak umat manusia.
Diantara contoh pelanggarn HAM
Internasional yang terjadi menurut urutan waktu sebagai berikut :
a. 1924 di
Italia
Benito Mussolini telah mendirikan
sekaligus memimpin [aham fasisme di Italia. Ia telah memerintah pada tahun 1924
– 1943 dengan sangat otoriter. Lawan – lawan politik yang tidak segaris dengan
pemikirannya ditangkap dan dibunuh. Mussolini telah menduduki Negara asing
seoerti Etiophia dan Albania. Ia juga salah seorang pencetus Perang Dunia II
dan berkoalisi dengan Hitler untuk melawan sekutu
b. 1933 di
Jerman
Adolf Hitler yang berhasil memenangkan
pemilu melalui Partai Buruh Jerman Sosialis memimpin Jerman dengan sangat
otoriter. Banyak kejahatan kemanusiaan pada waktu itu. Misalnya dengan
penangkapan secara masal terhadap lawan – lawan politiknya, pembasmian terhadap
orang – orang yahudi, menduduki Chekoslovakia dan Austria serta memicu
tejadinya PD II.
c. 1960 di
Republik Afrika Selatan
Ketika rezim apartheid yang didominasi
orang – orang kulit putih berhasil menguasai pemerintahan di Afrika Selatan,
mereka melakukan kebijakan yang merugikan warga kulit hitam. Diantara peristiwa
yang memakan korban adalah terbunuhnya 77 orang dari kalangan sipil pada
peristiwa Sharpeville. Demikian juga
pada tahun 1976 terjadi peristiwa berdarah yang menewaskan banyak warga sipil,
terutama murid – murid sekolah.
d. 1979 di
Uni Soviet
Negara Uni Soviet atau sekarang Rusia
telah melakukan penyerangan berkepanjangan di Afganistan yang berlangsung pada
tahun 1979 hingga 1990 an. Sejumlah pasukan perang sebanyak 85 ribu tentara
didatangklan dari Uni Soviet untuk bertempur di Afganistan sehingga makan
banyak korban, baik militer maupun sipil.
e. 1992 –
1995 di Serbia Bosnia
Pada tahun 1992 – 1995 terjadi perang
di Bosnia yang dipimpin oleh Radofan Karadzic. Dalam perang di Bosnia tersebut
terjadi pembunuhan masal terhadap 8000 warga muslim Bosnia di Srebenica.
Srebenica adalah daerah kantong bagi penduduk Muslim Bosnia. Dalam perang
tersebut Radofan Karadzic bertekad untuk melakukan pembersihan etnis kepada
warga non Serbia.
Pengadilan HAM merupakan peradilan
khusus di lingkungan peradilan umum yang berkedudukan di kabupaten atau kota.
Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan UU No. 26 tahun 2000.
Keberadaan pengadilan HAM merupakan
amanat UU No. 39 Tahun 1999 yang menjelaskan bahwa untuk mengadili pelanggaran
HAM yang berat dibentuk Pengadilan HAM di lingkungan peradilan umum (pasal 104
UU No. 39/1999).
Pengadilan HAM memiliki kewenangan
sebagai berikut :
1)
Mengadili dan memutuskan perkara pelanggaran HAM yang
berat.
2)
Memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran HAM berat
yang dilakukan dibatas territorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga
negara Indonesia.
3)
Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutuskan
perkara pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur 18
tahun pada saat kejahatan dilakukan.
memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran
hak asasi manusia yang berat, termasuk yang dilakukan di luar teritorial
wilayah negara RI oleh warga negara Indonesia. Pelanggaran hak asasi manusia
yang berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Kejahatan genosida merupakan perbuatan yang dilakukan dengan maksud
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
etnis, maupun kelompok agama.
Pelanggaran HAM yang berat yang
terjadi
a. Sejarah Perkembangan
HAM Internasional
Kesadaran manusia akan keberadaan
HAM sudah ada sejak zaman dahulu. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya
berbagai gerakan menuntut pengakuan HAM yang diantaranya sebagai berikut :
·
Gerakan Renaisance pada abad XV
Gerakan ini
muncul di Eropa yang membangkitkan kesadaran manusia akan persamaan
martabatnya.
·
Gerakan revormasi pada abad XVI
Gerakan ini
terjadi di lingkungan agama kristen pada tahun 1517 yang dipelopori oleh Martin
Luther.
b.
Perjuangan HAM
di Berbagai Negara
a)
HAM di Inggris
b)
HAM di Amerika
c)
HAM di Prancis
d)
Pengakuan HAM
oleh PBB
e)
Hasil Sidang
Majelis Umum PBB
B.
Pengakuan HAM di Indonesia
1. Hak Asasi
Manusia di Indonesia
Bangsa Indonesia memberi pengakuan
Hak Asasi Manusia. Pengakuan Hak Asasi Manusia di Indonesia tercantum dalam UUD
1945, yaitu sebagai berikut.
a.
Pembukaan UUD 1945 alinea I yang berbunyi, “...
kemerdekaan adalah hak segala bangsa...”. Dalam alinea I ini terkandung hak
kemerdekaan dan kebebasan.
b.
Batang Tubuh UUD 1945 pasal 27- pasal 34 yang mencakup hak dalam bidang politik, Ekonomi,
Sosial, dan Budaya.
Pengakuan HAM sebagaimana yang
tercantum dalam konstitusi tersebut sebenarnya telah lebih dahulu ada di
banding dengan deklarasi universal PBB yang lahir pada 10 Desember 1948. Hal
itu berarti sudah sejak awal bangsa indonesia menyadari akan adanya HAM. Namun,
rumusan-rumusan dalam konstitusi itu amat terbatas jumlahnya dan hanya
dirumuskan secara singkat dan garis besarnya saja.
Sampai berakhirnya era Orde Baru
tahun 1998, pengakuan HAM di Indonesia tidak banyak mengalami perkembangan dan
tetap berlandaskan pda rumusan yang ada dalam UUD 1945. Peristiwa penting yang
patut di catat pada Orde Baru adalah didirikannya Lembaga Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (Komnas HAM) pada tahun 1993, Komnas HAM di bentuk berdasarkan
Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1993 pada tanggal 7 Juni 1993.
Komnas HAM
adalah sebuah Organisasi Independen yang tidak berpihak, visioner dan memiliki misi
membantu menyelesaikan kasus–kasus pelanggaran HAM di masyarakat Indonesia,
serta melakukan kegiatan pendidikan dan penyuluhan masyarakat tentang HAM.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bekerja untuk memajukan dan
melindungi HAM di seluruh Indonesia. Komnas HAM di dirikan dengan keppres No.58
Tahun 1993. Dalam perkembangannya Keppres tersebut telah di cabut dan di ganti
dengan UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM yang memperkuat mandat dan peranan
Komnas HAM.
Perkembangan
berikutnya terjadi para era Reformasi sekarang ini. Pada periode Reformasi yang
di tandai dengan demokrasi, keterbukaan, dan Hak Asasi Manusia ini, jaminan
akan perlindungan HAM bagi masyarakat indonesia makin di perjuangkan hasil yang
sangat menggembirakan tersebut, antara lain sebagai berikut :
a. Ditetapkannya
Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Piagam Hak–hak Asasi Manusia pada 13
November 1998.
b. Disahkannya
Undang–undang No.39 Tahun 1998 tentang Hak Asasi Manusia pada tanggal 23
September 1999.
c. Ditetapkannya
Undang-Undang No.26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
d. Rumusan baru
mengenai hak asasi manusia Indonesia tercantum pada pasal 28 A sampai dengan
pasal 28 J UUD 1945 hasil amandemen pertama tahun 2000.
Keempat rumusan tersebut dapat
dikatakan sebagai piagam penting bagi bangsa indonesia akan pengakuan,
perlindungan, dan pengayoman Hak Asasi Manusia. Dengan adanya Piagam – Piagam
tersebut makin menunjukan betapa besar niat dan keinginan bersama bangsa
Indonesia untuk menjamin dan menegakkan pelaksanaan Hak Asasi Manusia.
2.
Peraturan Perundang-Undangan tentang Hak Asasi
Manusia di Indonesia
a.
Ketetapan MPR
No. XVII/MPR/1998 tentang Piagam Hak Asasi Manusia.
Ketetapan MPR NO. XVII/MPR/1998
tentang Piagam Hak Asasi Manusia dapat dikatakan sebagai pengakuan kembali
bangsa terhadap Hak Asasi Manusia untuk pertama kali setelah selesainya masa
pemerintahan Orde Baru. Seperti telah kita ketahui bersama bahwa peraturan
perundang undangan mengenai Hak Asasi Manusia pada masa pemerintahan masa orde
baru dan sebelumnya amat terbatas dan kurang mendapat jaminan secara
konstitusional. UUD 1945 masa itu hanya mengatur mengenai hak dan kewajiban
warga negara yang tertuang dalam pasal 27 sampai 34. Namun sesuai tuntutan
reformasi, yaitu jaminan dan penegakan Hak Asasi Manusia Indonesia maka
keluarlah ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tersebut. Ketetapan itu dianggap
sebagai piagam Hak Asasi Manusia Indonesia atau pernyataan bangsa Indonesia
tentang hak asasi manusia. Isi dari piagam hak asasi manusia indonesia tersebut
sebagai berikut :
1. Bahwa manusia
adalah mahluk Tuhan yang Maha Esa yang berperan sebagai pengelola dan
pemelihara alam secara seimbang dan serasi dalam ketaatan kepadanNya. Manusia
dianugerahi hak asasi dan memiliki tanggung jawab serta kewajiban untuk
menjamin keberadaan, harkat, dan martabat kemuliaan kemanusiaan, serta menjaga
keharmonisan kehidupan.
2. Bahwa hak asasi
manusia adalah hak – hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrati,
universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa, meliputi hak untuk
hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan,
hak berkomunikasi, hak keamanaan, dan hak kesejahteraan, yang oleh karena itu
tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh siapapun. Selanjutnya, manusia juga
memiliki hak dan tanggung jawab yang timbul sebagai akibat perkembangan
kehidupannya dalam masyarakat.
3. Bahwa didorong
oleh jiwa dan semangat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, bangsa
Indonesia mempunyai pandangan mengenai hak asasi dan kewajiban manusia, yang bersumber
dari ajaran agama, nilai moral universal, dan nilai luhur budaya bangsa, serta
berdasarkan pada pancasila dan undang–undang dasar 1945.
4. Bahwa
pererikatan bangsa – bangsa pada tahun 1948 telah mengeluarkan deklarasi
universal Hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Rights).
Oleh karena itu, bangsa Indonesia sebagai anggota perserikatan bangsa–bangsa
mempunyai tanggung jawab untuk menghormati ketentuan yang tercantum dalam
deklarasi tersebut.
5. Bahwa perumusan
Hak Asasi Manusia pada dasarnya dilandasi oleh pemahaman suatu bangsa terhadap
citra, harkat dan martabat diri manusia itu sendiri. Bangsa Indonesia memandang
bahwa manusia hidup tidak terlepas dari Tuhan-Nya, sesama manusia, dan
lingkungan.
6. Bahwa Bangsa
Indonesia pada hakikatnya menyadari, mengakui, dan menjamin serta menghormati
hak asasi manusia orang lain juga sebagai suatu kewajiban. Oleh karena itu, Hak
Asasi Manusia dan kewajiban manusia terpadu dan melekat pada diri manusia serta
pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, anggota suatu bangsa dan warga
negara serta anggota masyarakat bangsa-bangsa.
7. Atas berkat
rahmat Tuhan Yang Maha Esa, demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang
menjunjung tinggi hak asasi manusia maka bangsa indonesia menyatakan piagam hak
asasi manusia.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terjadinya
kasus-kasus pelanggaran HAM dalam masyarakat telah membawa kehidupan masyarakat
menjadi sangat menderita, oleh karena itu partisipasi masyarakat dalam upaya
penegakan HAM sangat di perlukan untuk membebaskan kehidupan manupsia dari
penderiataan.
Keikutsertaan
masyarakat dalam berparisipasi terhadap upaya penegakan HAM dapat di lakukan
secara perorangan, kelompok, organasasi politik, organisasi politik, organisasi
masyarakat, LSM atau lembaga-lembaga masyarakat lain.
B. Kritik dan Saran
Sebagai
generasi muda sebaiknya kita mendukung dengan tetap bersikap kritis terhadap upaya
penegakan HAM dengan,
¨
mendukung upaya lembaga yang berwenang untuk menindak
secara tegas semua pelaku pelanggaran HAM. misalnya : mendukung upaya negara
menindak tegas para pelakunya dengan menngeelar peradilan HAM, mendukung upaya
menyelesaikan melalui lembaga peradilan HAM nasional, mendukung peradilan HAM
internasional untuk mengambil alih, apabila peradilan HAM nasional mengalami
jalan buntu.
¨
Mendukung setiap upaya yang di lakukan pemerintah dan
masyarakat untuk memberikan bantuan kemanusiaan. Misalnya : Bantuan makanan,
pakaian, obat-obatan dan tenaga medis.
¨
Menyampaikan laporan atas terjadinya pelanggaran HAM
kepada Komnas HAM atau Lembaga yang berwenang.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih :-)