Cerpen
Enam Belas Maret
Bila kau mencintai orang yang akan membunuhmu, kau tak punya pilihan. Bila nyawamu satu-satunya yang harus kau berikan untuk orang yang kau cintai, bagaimana mungkin kau tidak memberikannya?
“sebatas omong kosong belaka, mana
mungkin zaman sekarang orang bisa berbuat seperti itu?”
Afeksi personal adalah kemewahan yang
hanya dapat kau miliki setelah semua musuhmu dilenyapkan. Sebelumnya, setiap
orang yang kau sayangi merupakan sandera, melunturkan keberaniaanmu dan merusak
penilaianmu.
“tak ada yang mengasyikkan.”
Semuanya berserakan, tak banyak novel
yang sesuai untuk dibaca. Entah mengapa banyak pertanyaan yang melintas
dipikiranku. Bingung, cemas, gelisah. Itukah yang aku rasakan?
“mengapa tak satupun teman yang merindukanku,
sepertinya mereka sedang sibuk?”
Jari-jari yang terbiasa aerobic
dengan handphone, kini diam tak berkutik hanya dengan memegang buku yang tak ku
tahu artinya. Semua yang kubaca terasa menyebalkan. Malam ini ingin marah rasa,
tapi tak tahu siapa yang membuatku ingin marah?
“sepertinya hujan tahu perasaanku.”
Aku berjalan mendekati jendela kamar yang sedikit usang.
“mengapa banyak yang aku rindukan
malam ini, tapi tak satupun orang merindukanku.”
“silvia yang malang sekali.” Aku
hanya bisa bicara pada diriku sendiri.
hidup menyebalkan, namun sejujurnya
akal sehat dan cinta nyaris tak berjalan seiring sekarang ini.
Sebatas kata dalam sebuah novel breaking dawn yang sedikit bisa
melukiskan keadaanku.
Pukul 19.30. ternyata sudah cukup
malam. Duduk di atas kursi berwarna merah, didepan mata tepat terlihat meja dan
laptop yang menyala tanpa kugunakan. Aku berfikir untuk menghilangkan rasa
penatku dengan suatu hal yang aku suka. Musik? Yah benar, aku suka mendengarkan
musik. Terutama korea, benar, aku memang tak bisa bahasa korea, tapi karena
itulah aku berusaha untuk mempelajarinya.
“I dream high nan kkumeul kkujyo
hindeaul ttaemyeon nan nuneul gamgo...”
Memasuki lorong paling gelap dalam
hati yang mampu mendinginkan lubuk-lubuk emosional, Seperti itulah yang kurasakan
saat aku mendengar lagu yang memiliki makna yang mampu membangun jiwa
semangatku.
“naega jeil jal naga”
“naega jeil jal naga”
“naega jeil jal naga”
“akhirnya handphoneku berbunyi juga.”
Aku bergegas mengambil hpku diatas
buku yang berserakan.
“ah, sahabatku satu ini benar-benar
selalu merindukanku.” Sebegitu senangnya aku sambil tertawa kecil.
Suara musik yang menenangkan hatiku,
kini terasa belati menghunjam hati. Sebentar mataku berkaca-kaca lalu
meneteskan mutiara kesedihan dalam hitungan detik. Sesak di dada melihat
kata-kata itu.
“mengapa dia berkata seperti itu?”
“apa salah ku?”
“benarkah aku semunafik itu?”
Kata-kata kasar yang membuatku merasa
bahwa aku bukan sahabat yang baik untuknya. Aku membalas kata-katanya dengan
banyak pertanyaan.
Sakit rasanya bila seorang sahabat
yang sangat disayangi berkata kasar, bahkan tak menganggapku sebagai sahabat.
“munafik, ternyata kamu mengatakan
hal-hal yang buruk tentangku kepada banyak orang, dan kamu mengatakan rahasi
yang selama ini hanya kita berdua yang tahu kepada ria dan risa. apa maksudmu?
Kau benar-benar sahabat yang tak dapat dipercaya.” Itulah pesan yang aku baca.
Aini namanya, dia sahabatku yang tak
bisa marah kepadaku. Tapi mengapa mendadak seperti ini?
Dua sahabatku ria dan risa juga
mengirim message kepadaku.
“kenapa jadi seperti ini?” aku
bingung, semuanya jadi saling bertengkar dan mengadu domba.
Sesak itu tak kunjung sembuh, semua
kata-katanya tanpa ada alasan yang jelas. Membuatku menambah banyak pertanyaan.
Hujan tak kunjung reda, hingga akhirnya mereka diam tak satupun dari mereka
yang membalas pesanku.
Bintang kehidupanku telah redup,
cahayanya bagai pelita yang hampir mati dan harapan akan kehadiran itu terkubur
dalam penantian tak bertepi. Air mata itu terus mengalir, aku merebahkan badanku dan berfikir banyak
hal hingga membuatku tertidur dengan sendirinya.
* * * * *
Alarmku berbunyi, aku membuka mata
dan sedikit masalah itu terlupakan. Musik yang mengalun pelan dari laptopku
ternyata tak berhenti dengan sendirinya.
“kasihan, laptop kesayanganku,
sepertinya kamu lelah.” Aku menshut down laptop hitam sahabat kesayanganku yang
telah beraktifitas dari semalam.
Aku kembali keranjang yang bersahabat
dengan banyak buku. Aku hanya sendiri dirumah yang cukup kecil untuk kutempati
sendiri. Hari-hariku tak banyak untuk orangtuaku. Banyak hal yang harus mereka
lakukan dirumah mereka sendiri, dan aku mengerti itu.
Aku tak ingin memikirkan kejadiaan
malam itu. Tak banyak orang yang bisa mempertahankan persahabatan mereka selama
bertahun-tahun. Tapi persahabatan ini sudah 4 tahun aku menjalaninya. Tak
sedikit kendala untuk mempertahankannya, karena perbedaan ruang dan sifat yang
menjadi kendala cukup besar.
“naega jeil jal naga”
“naega jeil jal naga”
Handphoneku berbunyi lagi. Tapi aku
tak setanggap biasanya. Aku takut untuk membuka pesan itu. Aku mengambil
handphone dan perlahan memalingkan layar handphone itu kehadapanku.
“L2 !”
lega rasanya membaca nama itu, nama
yang kutulis di handphoneku untuk seorang laki-laki yang kucintai.
“maaf, aku tak menemanimu mengobrol
tadi malam. Kamu tidak marahkan?”
Aku sadar mengapa aku semalam ingin
marah, ternyata karena dia tak menghubungiku.
“Y.” Membalas secara singkat.
Aku tak marah padanya, aku hanya
sedikit cuek , tapi sebenarnya banyak hal yang ingin kuceritakan padanya.
“sedang ada masalah ya?”
Kenapa dia tahu? Tak kusangka sepeka
itu pemikirannya tentangku, aku saja tak terlalu bisa memahami segala
perasaannya.
“telfonan yuk?” aku mengatakan itu
padanya.
Aku punya banyak waktu hari ini. Sudah
cukup malam tadi menjadi malam minggu yang suram bagiku, aku ingin
memperbaikinya di hari minggu ini. Minggu yang cerah, ketika aku melihat
jendela kamar yang berhadapan langsung dengan jalan umum. Banyak orang berlalu
lalang menjalankan aktifitasnya.
.......................bersambung............................
kalo penasaran lanjutannya silahkan komentar terlebih dahulu.
terimakasih :)
Pengalaman
pribadi yang hanya mengalami sedikit perubahan jalan cerita.
Kamis, 29 November
2012
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih :-)